Mengenal Andi Depu, Ibu Agung Balanipa-Pahlawan Wanita dari Tanah Mandar
Rada Dhe Anggel - detikSulsel
This is a heading
Andi Depu merupakan seorang pahlawan nasional wanita Mandar, Sulawesi Barat. Ia dikenal atas jasa dan keberaniannya dalam melawan penjajah di tanah Mandar. Saat masa pendudukan Jepang, Andi Depu turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ia juga ikut serta dalam menyebarkan berita kemerdekaan di wilayah Mandar pada tahun 1945.
Tak hanya itu, melalui organisasi badan perjuangan dan aktivitas gerilya, ia melakukan perlawanan terhadap NICA (Netherlands Indies Civil Administration atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) dan KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) di Sulawesi pada periode 1945-1950.
Lantas, seperti apa sosok Andi Depu ini?
Profil Andi Depu
Di zaman revolusi, Andi Depu atau Haji Andi Depu dulunya diberi gelar sebagai Ibu Agung. Ia Lahir lahir pada bulan Agustus 1908 di Tinambung, Kabupaten Polman, Sulawesi Barat.Ibu Agung diketahui memiliki garis keturunan bangsawan di Mandar, yang disebut sebagai Todziang Laiyyana (atau orang yang berdarah biru). Ayahnya merupakan seorang Raja Balanipa Mandar ke-50 yang bernama Lajju Kanna Doro. Sedangkan ibunya bernama Samaturu atau biasa dipanggil Kinena.
Sejak kecil, Andi Depu telah mendapat pendidikan informal di dalam istana. Seperti belajar sopan santun, cara menggunakan bahasa dengan baik, menjamu tamu dan para pembesar kerajaan, serta cara-cara bergaul dengan orang banyak di dalam upacara-upacara.Untuk pendidikan formal sendiri, ia bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Volkschool di wilayah Kerajaan Balanipa. Namun, karena keterbatasan akses di wilayah Mandar, Andi Depu tidak melanjutkan pendidikannya.
Meskipun demikian, di dalam lingkungan istana, ia tetap memperoleh pendidikan Islam, baik pelajaran mengenai tajwid maupun kisah-kisah para nabi. Pada saat menginjak usia 15 tahun, Andi Depu dijodohkan dan menikah dengan Andi Baso Pawiseang, seorang putra bangsawan bernama Pammase, keturunan dari Ibaso Boroa bergelar Tokape.(1) Dari perkawinan itu, keduanya dikarunia seorang putra yang diberi nama Andi Parenrengi, yang lahir pada tahun 1925.
Setelah pernikahannya, beberapa tahun kemudian, Andi Baso Pawiseang kemudian diangkat menjadi pejabat Arayang Balanipa (raja) yang ke-51. Ia menggantikan mertuanya yang meninggal dunia saat melakukan perjalanan haji ke Makkah.
Namun, jabatan yang didudukinya itu tak berlangsung lama. Ketika Jepang kalah dan pemerintahan Afdeling kembali diambil alih oleh Belanda, rakyat dan sebagian besar Lembaga Hadat Sappulo Sokko mendesak Lembaga Adat Appe Banua Kaiyyang untuk meminta Andi Baso Pawiseang segera mengundurkan diri dari jabatannya.
Lembaga Adat Appe' Banua Kaiyyang bersama anggota Hadat Sappulo Sokko yang memihak kepada perjuangan lalu meminta Andi Depu untuk menjadi Arayang Balanipa ke-52. Atas desakan dari rakyat dan para pejuang, Ibu Agung Andi Depu pun setuju untuk menjabat sebagai Arayang Balanipa.
Pengangkatannya pun kemudian mengukir sejarah. Sebab, untuk pertama kalinya ada seorang wanita di Mandar khususnya di kerajaan Balanipa yang menjadi Maradia/Arayang. Sayangnya, ketika Andi Depu menerima jabatan tersebut, ia harus bercerai dengan suaminya. Hal ini karena Andi Depu dan suaminya tidak sepaham dalam prinsip perjuangan.
Andi Baso Pawiseang berpendapat bahwa kaum penjajah tidak mungkin dapat dilawan dan dikalahkan hanya dengan semangat dan senjata bambu runcing. Sedangkan sang istri yakin bahwa semangat para perjuangan bangsa bisa mencapai kemerdekaan.
Perjuangan Andi Depu Melawan Belanda di Mandar
Setelah kekalahan Jepang, Andi Depu turut menyebarkan berita kemerdekaan Indonesia di wilayah Mandar pada tahun 1945. Namun, pasca proklamasi, Sekutu kembali datang. Ketika itu, sekitar tahun 1945, tentara Sekutu mendarat di Mandar dan melakukan berbagai aksi penggeledahan dan penangkapan. Salah satu wilayah yang menjadi target pihak Belanda adalah Tinambung Balanipa. Wilayah yang berada di bawah kepemimpinan Andi Depu dan Kebaktian Rahasia Islam (KRIS) Muda. (1)
Ketika tentara sekutu datang, mereka berniat untuk menurunkan bendera Merah putih yang berkibar di Istana Balanipa. Namun, hal itu segera dicegat oleh Andi Depu. Sebelum sang Merah Putih diturunkan, Depu bergegas lari ke tiang bendera dan memeluknya rapat-rapat. Ibu Agung ini kemudian memberikan peringatan kepada tentara Belanda. Dengan suara lantang, ia berkata "Tuan-tuan jangan coba-coba menurunkan bendera ini, dan kalau tetap dipaksakan juga, tembaklah saya, baru bisa diturunkan".
Di sisi lain, rakyat yang mengetahui adanya insiden itu segera berdatangan. Akibat rasa takut berhadapan dengan massa, membuat tentara Belanda memutuskan untuk segera meninggalkan tempat. Akhirnya, bendera Merah Putih tetap dipertahankan dan berkibar dengan megah. Namun kabar buruknya, setelah gagal di Tinambung, Belanda ternyata meneruskan aksinya tersebut ke Pambusuang dan Campalagian.
Di kedua tempat itu, Belanda berhasil menurunkan merah putih yang berkibar. Hal ini kemudian membuat para pemuda dan pejuang di Mandar murka. Dengan cepat situasi di Mandar menjadi buruk. Pada Desember 1946, pasukan Kris Muda mengadakan penyerbuan ke Pamboang. Mereka melakukan penyerbuan tersebut bersama dengan pasukan Gapri. Pertama-tama, mereka memutuskan hubungan kabel telepon di kediaman Raja Pamboang. Setelah itu, mereka menggempur pos NICA dan KNIL, yang kemudian mengakibatkan pertempuran sengit dan menewaskan seorang laskar Gapri bernama Yuddin.
Penyerangan kedua pasukan ini menyebabkan tentara NICA dan KNIL kewalahan, sebab taktik yang dimiliki pasukan KRIS Mudan dan Gapri dikenal sangat jitu. Dengan demikian, untuk memberantas aksi penyerbuan para pejuang, NICA memutuskan melakukan penangkapan terhadap pimpinan pejuang kelompok tersebut, yakni Andi Depu. Perempuan dengan gelar Ibu Agung ini ditahan di Majene, lalu dipindahkan ke daerah lain, seperti Rappang, Polewali, Pinrang, Bantaeng, Jeneponto, hingga sampai Makassar.
Namun, dugaan NICA ternyata salah. Meski Andi Depu ditangkap, perjuangan rakyat Mandar ternyata tidak berhenti. Perjuangan kelompok ini tetap dilanjutkan di bawah pimpinan putra Andi Depu, yakni Andi Parenrengi. Atas perintah Parenrengi, 400 orang pasukan kemudian bergabung untuk bertempur melawan pasukan NICA. Dengan pasukan yang semakin banyak membuat KRIS Muda semakin gigih melakukan perlawanan bersenjata untuk menyelamatkan Andi Depu.
Hingga pada 1 Februari 1947, pasukan Kris Muda dapat mengalahkan pasukan Westerling di Simullu, Majene. Dua tahun setelah kemenangan pasukan KRIS MUda, Andi Depu kemudian juga dibebaskan pasca penyerahan kedaulatan secara menyeluruh dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949.
Wafatnya Andi Depu
Setelah masa Revolusi, Andi Depu keluar dari aktivitas militer.(1) Sejak keluar, Andi Depu memutuskan untuk menetap di Makassar di tahun 1956 untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Sebab, di Kota ini lebih banyak rumah sakit dan dokter spesialis yang dapat membantu pengobatannya.
Sayangnya, pada tanggal 18 Juni 1985, Ibu Agung Andi Depu dinyatakan meninggal dunia dalam usia 78 tahun setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit Pelamonia. Ia kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panaikang sebagai penghormatan atas jasa-jasanya.
Penghargaan Andi Depu
Setelah wafat, Andi Depu dianugerahi sejumlah tanda jasa dan penghargaan dari pemerintah Republik Indonesia, di antaranya:
- Bintang Mahaputra RI kelas IV
- Bintang Gerilya
- Satya Lencana Perang Kemerdekaan I
- Satya Lencana Perang Kemerdekaan II
- Satya Lencana Bhakti
- Satya Lencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan
- Satya Lencana GOM III
- Satya Lencana GOM IV
- Surat Penghargaan Angkatan Darat tanggal 5 Oktober 1958 NO. 01882.(2)
Selain itu, nama Andi Depu juga dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden No.123/TK Tahun 2018 pada tanggal 6 November 2018.
Biodata Andi Depu
- Nama: Andi Depu
- Tempat Lahir: Tinambung, Kabupaten Polman, Sulawesi Barat
- Tanggal Lahir: Agustus 1908
- Tanggal Wafat: 18 Juni 1985
- Ayah: Lajju Kanna Doro
- Ibu: Samaturu
- Anak: Andi Parenrengi
- Penghargaan: Pahlawan nasional
Nah, demikianlah penjelasan terkait sosok Andi Depu, pahlawan nasional wanita asal Mandar, Sulawesi Barat. Semoga menambah wawasan, detikers!
Sumber:
- Laman resmi Ensiklopedia Sejarah Indonesia Kemendikbud yang berjudul "Andi Depu".
- Jurnal Universitas Islam Negeri Alauddin yang berjudul "Perjuangan Andi Depu dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di Mandar 1945-1950".
- Jurnal Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung yang berjudul "Mandar dalam Arus Perjuangan BangsaIndonesia."
(edr/edr)